Meskipun dinegara kita mayoritas beragama Islam ternyata banyak dari kita yang tidak tau tentang hukum asuransi dalam pandangan Islam. Dunia perniagaan dewasa ini sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa. Salah satu bentuk perkembangan tersebut adalah dalam bentuk asuransi. Asuransi sendiri adalah pertanggungan yang berasal dari kata insurance dalam bahasa Inggris. Asuransi merupakan bentuk perjanjian antara pihak tertanggung atau nasabah dengan penanggung di dalam perusahaan asuransi. Dalam hal ini, pihak penanggung dari perusahaan asuransi bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin dialami oleh pihak tertanggung/ nasabah di masa depanya. Namun sebelumnya nasabah harus terlebih dahulu untuk melakukan pembayaran uang atau sering disebut dengan premi.
Di Indonesia sendiri mayoritas penduduknya beragama Islam, apakah praktek-praktek yang ada dalam asuransi sah menurut hukum Islam? Bagaimana Islam sendiri memandang asuransi? Untuk lebih jelasnya simak uraiannya di bawah ini.
Definisi Asuransi dalam Islam Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi atau disebut muammin dalam hukum Islam untuk memberikan imbalan kepada nasabah yang dalam hukum Islam disebut muamman. Imbalan di sini adalah sebagai bentuk konsekuensi pada akad yang telah disepakati antara muammin dan muamman. Imbalan itu bisa berupa bentuk barang atau uang sebagai bantuan ganti rugi akibat bencana atau kecelakaan yang menimpa muamman. Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa dikatakan bahwa asuransi adalah salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah di mana dananya diambil dari iuran premi yang telah dibayarkan setiap bulannya.
Asuransi KonvensionalDi Indonesia sendiri, yang telah merebak adalah asuransi yang sifatnya konvensional. Ciri-ciri asuransi konvensional sendiri adalah : 1. Akad asuransi konvensional adalah perjanjian yang wajib dilaksanakan bagi kedua belah pihak antara muammin dan muamman, akad ini disebut dengan akad mulzim. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban muamman membayar premi-premi asuransi dan kewajiban muammin memberikan asuransi jika terjadi peristiwa yang menimpa muamman.
2. Akad di dalam asuransi ini adalah di dalamnya kedua orang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya. Akad ini dalam hukum Islam disebut akad mu’awwadhah.
3. Akad asuransi dalam hukum Islam juga disebut dengan akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak waktu yang sama melangsungkan akad yang tidak diketahui jumlah yang diberikan dan jumlah yang akan diambil.
4. Dalam asuransi pihak yang kuat adalah perusahaan asuransi karena dia lah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki muamman. Pada hukum Islam akad ini disebut dengan akad ‘i’dzan.
Hukum Asuransi dalam IslamHukum asuransi dipandang dalam sudut pandang Islam sendiri ada berbagai pandangan yang mengatakan asuransi ini haram tapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa hukum asuransi dalam Islam juga diperbolehkan. Bagi yang beranggapan bahwa asuransi itu tidak Islami atau dalam hukum Islam disebut haram, pendapat ini didasarkan firman Allah SWT berikut ini :
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)
“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?…Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar" (Q. S. An-Naml: 64)
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?…Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar" (Q. S. An-Naml: 64)
“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Ayat ini menunjukkan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang menginkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-galanya dan yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segalanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah SWT telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini adalah salah satu ikhtiar untuk menghadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash Allah, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.
Beberapa pandangan mengenai hukum asuransi dalam Islam pun dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Hukum Asuransi dalam Islam itu Haram Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, termasuk asuransi jiwa. Pendapat ini disampaikan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (Mufti Yordania), Yusuf Qordhowi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (Mufti Mesir).
Alasan-alasan mengapa beliau mengatakan hukum asuransi dalam Islam itu haram adalah : => Asuransi sama dengan judi
=> Asuransi mengandung unsur-unsur yang tidak jelas dan tidak pasti
=> Asuransi mengandung unsur riba
=> Asuransi mengandung unsur pemerasan. Mengapa? Sebab pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
=> Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba
=> Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
=> Hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, itu artinya sama saja dengan mendahului takdir Allah SWT. 2. Hukum Asuransi dalam Islam itu Mubah(Boleh) Pendapat yang kedua disampaikan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam Universitas Cairo Mesir) dan Abdur Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamllha al-Haditsah wa Ahkamuha.
Alasan-alasan mereka mengatakan hukum asuransi dalam Islam mubah adalah : => Tidak ada nash (al-Qur’an dan sunnah) yang melarang asuransi.
=> Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak
=> Saling menguntungkan kedua belah pihak
=> Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif membangun.
=> Asuransi termasuk akad mudhorobah (bagi hasil)
=> Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta’awuniyah)
=> Asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun seperti taspen. 3. Hukum Asuransi dalam Islam Ada yang Haram dan Ada yang Mubah Ada dua pendapat yang mengatakan asuransi bisa haram dan juga bisa mubah. Pendapat ini disampaikan oleh Muhammad Abdu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam Universitas Cairo, Mesir). Menurutnya, asuransi yang sifatnya sosial itu diperbolehkan, sedangkan asuransi yang sifatnya dikomersilkan hukumnya haram. Alasan-alasannya hampir sama dengan poin yang pertama dan kedua.
Nah, dari penjabaran-penjabaran yang telah diuraikan di atas, kiranya dapat dipahami bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat memang mengalami dilematik. Banyak masyarakat muslim yang mempertanyakan hukum asuransi dalam Islam. Apakah haram atau mubah? Semuanya memang mengalami keragu-raguan sehingga sukar mencari tahu mana yang benar. Tapi jangan sampai keyakinan itu sampai berdasarkan pada keraguan, sebagaimana dalam Qowaidhul Fiqhiyyah,”Al-yaqqinu la yuzzalu bissyak,”. Keyakinan tidak bisa ditimpakan pada keragu-raguan. Semoga artikel ini bisa sedikit membantu Anda yang ingin mengetahui hukum asuransi dalam Islam.